BANDARLAMPUNG – Ketua DPRD Bandarlampung, Wiyadi, mengaku “panas-dingin” saat membuka pernyataan untuk menjawab pertanyaan mahasiswa soal Perppu terkait RUU KPK. “Mahasiswa memang kritis, pertanyaan berat nih, bikin panas-dingin,” kata dia.
Kelompok studi literasi, Diksi Milenials, menggelar diskusi mahasiswa menyoal aksi demonstrasi mahasiswa September silam. Acara digelar di Kafe Perut Bulat, Gedongmeneng, Rajabasa, Rabu (9/10/2019) sore.
Mahasiswa UIN Raden Intan, Gusti, langsung memberondong dengan pertanyaan lugas apakah Jokowi akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU soal RUU KPK yang sudah disahkan DPR-RI.
Ketua DPC PDI Perjuangan Bandarlampung tersebut langsung memaparkan proses pembentukan sebuah undang-undang dan menjelaskan pengkajian internal partainya terkait wacana tersebut.
“Pada intinya, sebuah peraturan perundang-undangan memerlukan kajian komprehensif dan pribadi menurut saya memang DPR masih kurang melakulan sosialisasi terkait paket RUU yang kemarin viral dan menjadi kontroversi di masyarakat,” urainya.
Di kesempatan yang sama, Isbedy Stiawan ZS memaparkan bagaimana diksi menjadi salah satu pembeda babakan pergerakan sehingga bisa dikategorisasi sebagai sebuah angkatan.
“Diksi itu artinya pilihan kata supaya bisa menyampaikan maksud yang selaras, tentu saja masing-masing angkatan memiliki diksinya masing-masing,” kata seniman sepuh yang didapuk sebagai Paus Sastra Lampung tersebut.
Isbedy sempat menukil potongan puisi Khairil Anwar untuk menggambarkan bagaimana angkatan 1945 memilih tema dan kata sebagai bagian perjuangan kemerdekaan. “Aku ingin hidup seribu tahun lagi,” demikian cuplik puisi Khairil yang disampaikan Isbedy.
Dalam acara tersebut Direktur Lamban Sastra Agusri Junaidi juga membacakan puisi anyarnya yang secara garis besar berisi dukungan semangat kepada pergerakan mahasiswa terkini. Agusri juga membagikan dua buah buku puisinya kepada dua mahasiswa yang membacakan puisi di dalam bukunya itu.
Acara ini diikuti 60-an orang mahasiswa yang berasal dari kampus Universitas Lampung, UIN, Universitas Muhammadiyah Lampung, Polinela dan beberapa personel anggota organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.
Didukung oleh beberapa sponsor, acara ini juga membagikan give-away berupa jersey original Badak Lampung FC, bundel buku literasi terbitan PWI yang dirilis di Hari Pers Nasional 2019, masker kopi khas Lampung dan ajang folbek antara audiens dengan narasumber.
Acara generasi milenials ini menerapkan cara yang unik untuk registrasi peserta dengan me-mention panpel dan narasumber melalui instastory.
“Kami harap acara semacam ini bisa berjalan lebih reguler dan membahas tema-tema lokal yang kontekstual,” ujar Hairunissa, mahasiswa Polinela usai acara.
“Studi literasi juga dapat dilakukan dengan suasana yang kasual tetapi tetap bermutu. Ngupi santuy kalau kata kids jaman now,” ungkap Ketua Panpel, Apriyadi. (*/rilis)
BANDARLAMPUNG – Ketua DPRD Bandarlampung, Wiyadi, mengaku “panas-dingin” saat membuka pernyataan untuk menjawab pertanyaan mahasiswa soal Perppu terkait RUU KPK. “Mahasiswa memang kritis, pertanyaan berat nih, bikin panas-dingin,” kata dia.
Kelompok studi literasi, Diksi Milenials, menggelar diskusi mahasiswa menyoal aksi demonstrasi mahasiswa September silam. Acara digelar di Kafe Perut Bulat, Gedongmeneng, Rajabasa, Rabu (9/10/2019) sore.
Mahasiswa UIN Raden Intan, Gusti, langsung memberondong dengan pertanyaan lugas apakah Jokowi akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU soal RUU KPK yang sudah disahkan DPR-RI.
Ketua DPC PDI Perjuangan Bandarlampung tersebut langsung memaparkan proses pembentukan sebuah undang-undang dan menjelaskan pengkajian internal partainya terkait wacana tersebut.
“Pada intinya, sebuah peraturan perundang-undangan memerlukan kajian komprehensif dan pribadi menurut saya memang DPR masih kurang melakulan sosialisasi terkait paket RUU yang kemarin viral dan menjadi kontroversi di masyarakat,” urainya.
Di kesempatan yang sama, Isbedy Stiawan ZS memaparkan bagaimana diksi menjadi salah satu pembeda babakan pergerakan sehingga bisa dikategorisasi sebagai sebuah angkatan.
“Diksi itu artinya pilihan kata supaya bisa menyampaikan maksud yang selaras, tentu saja masing-masing angkatan memiliki diksinya masing-masing,” kata seniman sepuh yang didapuk sebagai Paus Sastra Lampung tersebut.
Isbedy sempat menukil potongan puisi Khairil Anwar untuk menggambarkan bagaimana angkatan 1945 memilih tema dan kata sebagai bagian perjuangan kemerdekaan. “Aku ingin hidup seribu tahun lagi,” demikian cuplik puisi Khairil yang disampaikan Isbedy.
Dalam acara tersebut Direktur Lamban Sastra Agusri Junaidi juga membacakan puisi anyarnya yang secara garis besar berisi dukungan semangat kepada pergerakan mahasiswa terkini. Agusri juga membagikan dua buah buku puisinya kepada dua mahasiswa yang membacakan puisi di dalam bukunya itu.
Acara ini diikuti 60-an orang mahasiswa yang berasal dari kampus Universitas Lampung, UIN, Universitas Muhammadiyah Lampung, Polinela dan beberapa personel anggota organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.
Didukung oleh beberapa sponsor, acara ini juga membagikan give-away berupa jersey original Badak Lampung FC, bundel buku literasi terbitan PWI yang dirilis di Hari Pers Nasional 2019, masker kopi khas Lampung dan ajang folbek antara audiens dengan narasumber.
Acara generasi milenials ini menerapkan cara yang unik untuk registrasi peserta dengan me-mention panpel dan narasumber melalui instastory.
“Kami harap acara semacam ini bisa berjalan lebih reguler dan membahas tema-tema lokal yang kontekstual,” ujar Hairunissa, mahasiswa Polinela usai acara.
“Studi literasi juga dapat dilakukan dengan suasana yang kasual tetapi tetap bermutu. Ngupi santuy kalau kata kids jaman now,” ungkap Ketua Panpel, Apriyadi. (*/rilis)