Bandarlampung,mediamerdeka.co- Masyarakat Bandar Lampung mengeluhkan maraknya penjualan minyak goreng bekas pakai atau minyak jelantah ilegal untuk home industri di wilayah Lampung, khususnya Bandarlampung. Salah satunya selain home industri di daerah kabupaten, minyak jelantah juga di distribusikan di home industri penggorengan tahu di wilayah Gunung Sula Bandar Lampung.
Hal ini seperti dikeluhkan oleh salah satu warga kelurahan Waykandis, Tanjungseneng Bandar Lampung, usai dirinya membeli tahu goreng langsung di home industri di salah satu wilayah Gunung Sulah, dirinya mengalami adanya gangguan tenggorokan.
“Karena harganya lebih murah dari harga yang dijual di pasar tradisional, saya waktu itu beli tahu goreng langsung pada home industrinya di wilayah Gunung Sulah, namun setelah saya konsumsi bersama keluarga, kami mengalami gangguan tenggorokan seperti batuk-batuk,, kepala pusing dan lainnya,” kata Zul, Kamis (28/6).
Menurut Zul ketika dirinya langsung membeli tahu goreng di home industri tersebut, ia mengakui bahwa dirinya melihat langsung cara penggorengan tahu itu yang menggunakan minyak makan yang telah menghitam, dirinyapun sempat menanyakan kepada pemilik penggorengan tahu jika minyak yang digunakan adalah minyak jelantah yang dibeli dari pengepul.
“Iya saya lihat langsung cara penggorengannya, mereka (red, pemilik home industri) menggunakan minyak goreng yang telah menghitam atau jelantah,” akunya.
Karena ini sangat merugikan masyarakat, Zul mengharapkan pihak berwenang dapat menertibkan penjualan minyak jelantah ilegal yang didistribusikan kepada home industri makanan di Lampung.
“Saya mengharapkan pihak berwenang segera bertindak untuk menertibkan penjual minyak jelantah ilegal yang mendistribusikan ke home industri makanan, karena makanan yang menggunakan minyak jelantah sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat,” pintanya.
Saleh warga Waykandis lainnya yang juga salah satu pengusaha makanan di Lampung ini menyarankan, agar home industri makanan lebih baik menggunakan minyak curah bukannya minyak jelantah.
Saleh mengkhawatirkan apabila pihak berwenang tidak segera menertibkan penjualan minyak jelantah ilegal, akan banyak masyarakat Lampung yang menjadi korbannya. Karena minyak jelantah tersebut dijual pada home industri makanan yang merugikan kesehatan bagi masyarakat, dan penjualan minyak jelantah tersebut diyakininya tidak memiliki izin resmi atau ilegal.
“Minyak goreng tersebut merupakan bekas minyak yang digunakan hotel, restoran siap saji, dan warung-warung makan skala besar. Minyak-minyak bekas pakai itu dikumpulkan penampung, biasanya disaring, dibersihkan, baru dijual lagi ke home industri makanan dan pasar. Kami minta supaya peredaran minyak jelantah ilegal ini ditertibkan dan diawasi peredarannya,” tegasnya.
Dikatakan Saleh, setiap penampung atau pengumpul minyak jelantah harus terdaftar sesuai dengan izin yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal ini supaya jelas. “Kami bukan meminta supaya dilarang sepenuhnya, sebab minyak jelantah ini juga bermanfaat sebagai bahan baku industri oleokimia dan biodiesel,” terangnya.
Dikatakannya, tak perlu menunggu hitam untuk menggolongkan minyak goreng termasuk minyak jelantah. Saleh menjelaskan, selagi minyak goreng itu sudah dipakai berulang kali, maksimal tiga kali, minyak goreng tersebut sudah berubah menjadi limbah yang disebut minyak jelantah.
Pada kondisi tersebut, minyak seharusnya sudah tidak boleh digunakan lagi untuk memproses makanan. Karena radikal bebas yang dihasilkannya akan masuk ke tubuh dan memicu timbulnya penyakit.
Sementara menurut kepala BPOM Bandarlampung Syamsulia, minyak jelantah dilihat dari warnanya sudah hitam, tentunya berbahaya bagi kesehatan, karena akan bersifat karsinogenik ( mempercepat kangker ).
“Dilihat dari warnanya minyak jelantah warnanya hitam, sehingga penggorengan makanan memakai minyak jelantah sangat berbahaya bagi kesehatan, terutama akan mempercepat kangker,” terangnya via Watsapp, Kamis (28/6).
Terkait adanya home industri makanan yang menggunakan minyak jelantah, pihaknya akan melakukan pengecekan terlebih dahulu ke lapangan dan melakukan uji laboratorium, apabila benar-benar home industri makanan tersebut menggunakan minyak jelantah pihaknya akan memberikan sanksi. (Ron/red)