Bandarlampung,mediamerdeka.co- Penolakan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) money politik Pilgub Lampung terus bergulir. Setelah berbagai aksi massa yang menolak terbentuknya Pansus dan penolakan sesama Fraksi DPRD, kini wacana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung tetap akan dibahas.
Sejatinya Pilgub Lampung tahun 2018 telah usai pada 27 Juni lalu, namun serangkaian aksi dan sikap beberapa Fraksi DPRD Lampung yang mendorong terbentuknya Pansus money politik.
Anggota DPRD Lampung Lampung dari Fraksi Golkar, Riza Mirhardi menyatakan, lembaganya tidak memiliki kewenangan dalam pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018.
“Pembentukan Pansus tersebut merupakan sikap yang melampaui batas kewenangan yang diamanahkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,” kata Riza Mirhardi, Kamis 5 Juli 2018.
Politisi Golkar Lampung ini memaparkan,
ide pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 ini adalah sikap wakil rakyat yang terlalu premature dan apabila diteruskan dapat dikategorikan sebagai “pemaksaan kehendak”, alasannya kata Riza, mengingat di dalam pasal 135 A ayat (2) Undang-Undang No.10 Tahun 2016 tentang Pilgub, Bupati, dan Wali Kota, Pemerintah telah memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administrasi.
“Sebagai lembaga politik, seharusnya (DPRD) lebih memahami peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Bukan sebaliknya, karena hawa nafsu politik. Kami menduga memiliki dan membawa kepentingan pasangan calon yang kalah dalam Pilgub 27 Juni 2018, lalu lembaga yang bermartabat ini dibawa secara “membabi buta” seolah tidak ada regulasi yang membatasinya,” ujarnya.
Mantan aktivis ini menyatakan, harusnya semua kalangan sadar bahwa Bawaslu Lampung sebagai lembaga yang diberikan peran, tugas, fungsi dan tanggungjawab oleh Undang-undang untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Pilkada, yang harus diberikan kesempatan sepenuhnya dan tidak diganggu oleh siapapun dan pihak manapun agar dapat melaksanakan tugas dengan benar.
“Baik dan penuh rasa tanggungjawab, sehingga tercipta proses Pilkada yang memiliki kredibilitas di mata masyarakat,” imbuhnya.
“Rencana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada kata Riza, merupakan cara sadis yang dilakukan oleh DPRD Lampung untuk merampas kewenangan tugas dan kinerja lembaga lain yakni Bawaslu Lampung,” tambahnya.
Alasannya kata dia, saat ini Bawaslu sedang bekerja untuk memenuhi apa yang menjadi tugasnya sesuai perintah Undang-undang, hal ini dapat dibuktikan dengan proses persidangan penetapan pendahuluan yang dilakukan oleh Bawaslu Lampung, pada Selasa, 3 Juli 2018 yang telah menetapkan bahwa laporan pasangan calon, baik nomor 1 M. Ridho-Bachtiar Basri maupun nomor 2, Herman HN-Sutono telah diregistrasi dalam laporan pelanggaran administrasi TSM dengan Nomor Register 001/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018 dan laporan pelanggaran administrasi TSM Nomor Register 002/TSM.UM.GBW/BWSL.08.00/VII/2018.
“Serta telah memenuhi syarat formiil dan syarat materiil dari suatu laporan, meskipun pembuktiannya masih dalam proses,” ungkapnya.
Riza menambahkan, deharusnya DPRD Lampung sebagai lembaga politik, lebih cermat dalam membaca situasi dan kondisi ini, sehingga usaha dalam mengaktualisasikan diri sebagai wakil rakyat lebih pada keadaan yang memiliki integritas.
“Dapat dibayangkan apabila rencana pembentukan Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 terlaksana, maka kita harus bertanggungjawab atas cideranya proses demokratisasi di Lampung serta lembaga ini akan dianggap telah melakukan penghianatan terhadap amanah Undang-undang,” paparnya.
Untuk itu konteks idealnya, keputusan apapun yang dihasilkan oleh Bawaslu Lampung harus dikawal secara bersama. Kemudian, jika forum (DPRD) ini tetap memaksa akan membentuk Pansus dugaan pidana Pilkada Lampung dan bekerja mendahului lembaga lain yang berwenang dalam hal ini Bawaslu Lampung, maka keputusan apapun yang akan diambil kedepan oleh DPRD Lampung terkait dugaan pidana Pilkada Lampung dengan mendahului Bawaslu Lampung sebagai lembaga yang melakukan kontrol terhadap pelaksanaan Pilkada.
“Maka keputusan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung akan dapat menjadi polemik baru yang berkepanjangan dan sangat bias serta akan cacat dan batal demi hukum,” ujarnya.
Dengan kata lain kata dia, bahwa rencana pembentukan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung ending-nya akan sia-sia dan menjadi sesuatu hal yang mubazir apabila Bawaslu Lampung memutuskan hal yang berbeda.
“Akhirnya, kami menyatakan tidak setuju dan menolak sekeras-kerasnya rencana embentukan pansus dugaan pidana Pilkada Lampung 27 Juni 2018 dan apabila tetap dipaksakan harus terbentuk, maka kami tidak ikut bertanggungjawab,” tandasnya. (Rel)