Bandarlampung (MM) – Universitas Lampung kembali menambah Doktor di bidang Ilmu Hukum. Mantan Bupati Lampung Selatan yang juga politisi senior Partai Golkar Wendy Melfa, SH, MH, resmi menyandang gelar Doktor setelah lulus dalam sidang terbuka (promosi doktor) Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Lampung, di Auditorium Prof Dr Abdulkadir Muhammad, FH Unila, Jumat (28/7/2023).
Sidang terbuka promosi doktor dipimpin oleh Wakil Rektor 2 bidang Umum dan Keuangan Unila, Rudy, SH, LL.M., LL.D., juga masuk tim penguji internal, dengan Sekretaris Tim Penguji Prof Dr Muhammad Akib, SH, M.Hum, dengan tim penguji terdiri dari Ketua Komisi II DPR RI Dr. H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung, SS.i., M.T., (penguji eksternal), Dr. Yusdianto, SH, MH, (penguji internal), Dr. Zulkarnain Ridlwan, SH, MH, (ko-promotor 2), Dr. Budiyono, SH, MH, (Ko-Promotor 1) dan Prof . Dr. Yuswanto, SH, M.Hum, (promotor).
Wendy Melfa dengan disertasinya berjudul “Pengisian Jabatan Penyelenggara Pemerintahan Daerah Serentak Untuk Mewujudkan Tujuan Otonomi Daerah Berdasarkan UUD 1945” itu, dinyatakan lulus dalam sidang terbuka tersebut dan resmi berhak menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sebesar 3.72, yang ditempuh dalam masa studi selama 2 tahun 11 bulan.
Disertasi suami dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung Hj. Ririn Kuswantari, S.Sos, M.Hum, itu disebut tim penguji menarik. Seperti dikatakan oleh pimpinan sidang Rudy, bahwa apakah sistem tersebut bisa diterapkan di Indonesia karena belum pernah digelar. Meskipun sistem ini sudah diterapkan di beberapa negara seperti Brazil, Korea Selatan dan Filipina.
Dalam jawabannya, Wendy Melfa mengatakan bisa diterapkan di Indonesia dengan semangat mewujudkan Otonomi Daerah yang lebih baik dan berdasarkan UUD 1945.
“Haqqul yaqin bisa diterapkan di Indonesia. Sebab, selama ini proses demokrasi di Indonesia melalui dua existing yakni Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada). Berdampak perbedaan periodesasi DPRD dan Kepala Daerah. Perbedaan periodesasi kedua lembaga tersebut dimulai dan berakhirnya tidak bersamaan, pengisian jabatan yang tidak serentak ini dapat menyebabkan masyarakat dan calon kepala daerah tidak fokus membahas isu-isu permasalahan daerah lokal,”
“Untuk itu, perlu penyerentakan pengisian jabatan penyelenggara pemerintahan daerah melalui pemilu lokal serentak untuk mendorong agar dapat terbangunnya suatu model perwujudan tujuan otonomi daerah,” tegasnya seraya mengatakan urgensi mekanisme demokrasi dan ketatanegaraan pengisian jabatan penyelenggara pemerintahan daerah serentak terdiri dari lima aspek meliputi aspek politik, hukum, manajemen pemerintahan, kemasyarakatan dan ekonomi pembangunan. (rls)