Mediamerdeka.co-Berdalih pembebasan lahan kawasan register menjadi hak milik, enam Kepala Desa di Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan diduga melakukan penarikan uang dari warga, Total penarikan mencapai miliaran rupiah. Iuran di kordinasi perdusun, lalu disetor ke Kades, dengan nama Forum Kepala Desa.
Informasi yang dihimpun sinarlampung.com, penarikan dana sengaja dilakukan kepada warga, guna penyelesaian status lahan kawasan register 40 milik negara yang saat ini mereka diami, agar dapat menjadi hak milik. Keenam desa itu, Desa Sumber Jaya (Asep Sudarmansyah), Desa Sinar Rejeki (Paryanto), Desa Margo Lestari (Sonjaya), Desa Puwotani (Sutrisno), Desa Karang Rejo (Pertode), Desa Sidoharjo (Sukarji).
Pengakuan warga Desa Sumberjaya, Rusliwin (48), Kamis (06/12) lalu menyebutkan bahwa Kepala desanya Asep Sudarman, menginformasikan bahwa tanah negara bisa menjadi hak milik pribadi dengan mengacu surat Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) bernomor S.292/ BPKH.XX-3/2018 tertanggal 29 Oktober 2018. “Jadi kami dikumpulkan di Balai Desa dan Pak Kades menjelaskan bahwa KLHK telah memberi SK proses pengurusan tanah register 40,” kata Rusiwin.
Namun, sambung Rusli, untuk mendapatkan SK tersebut maka warga harus mengelurkan dana. “Nah pengurusan SK tersebut ada dana yang dikeluarkan. Satu desa mencapai sekitar Rp180 juta. Jadi warga masing-masing dipungut biaya besarnya relatif tidak sama rata, ” papar mantan anggota BPD Sumberjaya itu.
Tak hanya di desanya, aksi dugaan penipuan juga dilakukan lima kepala desa tetangga. Di mana, Forum Komunikasi Antara Enam Desa se-Kecamatan Jati Agung menerbitkan surat pemberitahuan bahwa tanah di enam desa tersebut tidak masuk dalam rigister 40 Gedong Wani. Tetapi masuk dalam kawasan fungsi lain, yang siap dapat dibuat sartifikat. “Dengan mengklaim luas tanah 35 ribu hektare yang bukan tanah kawasan, enam desa membuat Pokmas guna pembuatan PTSL,” jelasnya.
Hal senada diutarakan warga Desa Sumberjaya, Ozi. Ia mengaku dana pengurusan SK langsung diambil oleh kepala desa setempat. “Saya sempat tawarkan Rp10 juta, tapi beliau (Asep Sudarman, red) hanya mengambil Rp3 juta,” kata Ozi.
Informasi lain menyebutkan, satu dusun ditarik uang terkumpul mencapai Rp25-30 juta. Masing masing desa rata rata berjumlah 6 sampai 7 dusun. Belum termasuk warga yang menguasai lahan hektaran. Perkiraan Rp180 juta dikali enam desa sekitar 1 miliar lebih. Penarikan uang kepada warga sudah yang ke tiga kalinya.
SK KLHK hingga saat ini tidak pernah ditunjukan ke warga. Malah dapat surat dari pemantauan kawasan hutan wilayah XX Bandar Lampung, yang menyatakan bahwa kawasan hutan gedong wani register 40 tetap bersetatus kawasan hutan. Sesuai dengan nomor SK. 74/MenLKH-PKTL/KUH/PLA.2/I/20I7. “Hingga saat ini SK tersebut tidak bisa ditunjukan Asep Sudarman, dengan demikin warga Desa Sumber jaya merasa ditipu. Hingga terjadinya ded lock saat pertemuan pembahasan.” paparnya Rusliwin.
Warga mengaku percaya dengan Kepada warga, Asep Sudarman Kepala Desa Sumber Jaya, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, yang merujuk kepada surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, dengan Nomor Surat S.292/ bpkh.XX-3/2018. Tertanggal 29 Oktober 2018.
“Ketika itu yang bicara seorang Kepala Desa, ya kami percaya saja. Ngak mungkinkan seorang Kepala Desa mau membohongi warganya, dan hal itu, sudah tugas beliau juga menyampaikan apa-apa permasalahan yang ada di desa kepada warganya. Jadi kami sangat percaya kepada pak Asep selaku kepala desa.” Ujar Rusliwin.
Rusliwin, menyatakan dalam memberikan wacananya warga di kumpulkan di Balai Desa, kepada masyarakat, Kepala Desa mengatakan bahwa, lahan yang selama ini dihuni bisa menjadi kepemilikan sendiri, dengan syarat rela mengeluarkan dana guna penyelesaian SK Menteri Kehutanan tersebut.
Lantaran ingin memiliki lahan, warga pun akhirnya menyepakati permintaan dana tersebut, yang masing-masing dari kesanggupan warganya. Namun, hingga saat ini warga yang telah dilakukan penarikan dananya itu tidak juga kunjung melihat Surat Keputusan menteri tersebut.
Justru dapat surat dari pemantapan kawasan hutan wilayah XX Bandar Lampung, yang menyatakan bahwa kawasan hutan Gedong Wani register 40 tetap berstatus kawasan hutan. Sesuai dengan nomor SK. 74/MenLKH-PKTL/KUH/PLA.2/I/20I7. Warga yang merasa ditipu, akan melaporkan permasalahan ini kepada pihak yang berwajib.
Kepala Desa Karang Rejo, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan (Lamsel), Periode, mengatakan bahwa persoalan tanah register 40 Gedong Wani adalah awalnya dengan dibentuk tim proses pembebasan lahan register 40 Gedong Wani. “Kami dibantu oleh tim untuk segala pengurusan pembebasan lahan, yang jauh dari sebelumnya memang sudah diupayakan, jadi kami percayakan kepada tim itu, ” kata Periode saat dihubungi melalui ponselnya. Jum’at (7/I2), kepada jpnews.
Priode tidak menepik adanya surat yang dikeluarakaan BPKH dengan prihal kelarfikasi yang ditujukan kepada salah satu kepala desa. Karena jauh sebelumnya kepala desa tersebut mengajukan titik kordinat hutan kawasan kepada BPKH Lampung. “Ya memang ada surat klarfikasi yang dikelurkan dari BPKH Lampung, dengan isi yang menjelaskan keseluruhan tanah kawasan hutan, salah stunya ada Gedong Wani,” jelasnya.
Ketika disinggung keberadaan SK pembebasaan lahan KLHK? Periode menegaskan bahwa tidak ada SK tersebut. “SK gak ada tapi hanya surat klarfikasi saja,” ketus dia.
Dirinya tak ingin masyarakat menilai telah melakukan pungutaan liar (pungli), untuk itu perlu adanya klarifikasi dan penjelasan terhadap warga. “Saya peribadi tidak ingin adanya pemikiran pungli, karena semuanya kami bekerja dibantu oleh tim, jika tim tersebut membohongi kami (kepala desa, red) berarti kami ditipu, makanya kami uber terus,” tuturnya.(tem)