Kembali Sidang Suap Lampura Digelar, Agung Akui Terima Fee dari Syahbudin dan Wan Hendri

Loading

Bandarlampung, (Mediamerdeka.co) – Sidang suap fee proyek di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Tanjungkarang secara virtual, pada Rabu (27/5/2020). Sidang dengan agenda keterangan saksi Agung Ilmu Mangkunegara atas terdakwa Syahbudin.

Dalam sidang itu, Agung kenal dengan Syahbudin sejak di tahun 2014 semenjak telah menjadi pegawai dan salah satu staf di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampura. “Saya juga tidak tahu asal pindahnya Syahbudin ini dari mana,” ujarnya ketika ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ikhsan Fernandi.

Lalu JPU KPK Ikhsan Fernandi bertanya lagi ke dirinya, setelah menjadi staf di BKD Pemkab Lampura, Syahbudin ini pindah kemana lagi. “Yang anda tahu dia ini kemana lagi sebelum menjabat Kadis PUPR,” tanya Ikhsan.

“Saya tidak tahu, yang saya tahu memang semua (pegawai, red) yang pindah ke Pemkab Lampura itu masuk menjadi staf dulu. Setelah itu saya juga enggak tahu lagi, saya bertemu dengan Syahbudin ini setelah dirinya menjadi Sekretaris sekaligus Plt Kadis PUPR,” timpal Agung.

Mendapati jawaban itu, Ikhsan pun bertanya kenapa dan apa pertimbangan sampai Syahbudin menjadi Plt Kadis PUPR. “Apa pertimbangannya saksi (Agung, red),” tanya Ikhsan lagi.

Saat itu kata Agung, pihaknya memilih Syahbudin sebagai Plt Kadis PUPR karena memang prioritaskan yang ada dan bertugas di Pemkab Lampura. “Ya kalau ada orang dalam Pemkab sendiri kenapa harus ambil dari luar, makanya kami jadikan Syahbudin sebagai Plt Kadis PUPR. Saat itu beliau hanya menjabat sebagai Plt Kadis PUPR itu antara sebulan atau dua bulan paling lama, setelah itu barulah dilantik,” bebernya.

Menurut Agung, pemilihan untuk menjadi Kadis PUPR itu juga tidak hanya semerta-merta dinobatkan ke Syahbudin saja. Tetapi, turut diikuti beberapa calon-calon lain. “Pemilihan Kadis PUPR ini melalui lelang dan diikuti seluruh dinas. Semua kendali itu dilakukan oleh perjakat yang diketuai oleh Sekda waktu itu yakni Pak Syamsir, dari sini dikirimkan lah seleksi beberapa calon ini ke Gubernur, barulah turun lagi ke Bupati,” ucapnya.

Lalu kembali JPU KPK Ikhsan Fernandi bertanya lagi ke Agung, apakah dirinya mengetahui apabila Syahbudin pernah menghadapnya untuk menyerahkan uang sisa anggaran pengadaan proyek di Dinas PUPR sebesar Rp1 miliar. “Apakah terdakwa Syahbudin melapor adanya dana sisa anggaran perencanaan,” tanya Ikhsan.

“Pernah, beliau datang berkata bahwa ada sisa dana anggaran Rp1 miliar dari rekanan konsultasi di tahun 2018. Katanya waktu itu ini (dana, red) akan saya serahkan ke bapak. Penyerahan itu di tahun 2019. Lalu saya jawab, bahwa saya tidak tahu urusan itu, saya bilang lagi silahkan hubungi Ami (Raden Syahril, red) saja,” jawab Agung. “Maksudnya silahkan hubungi Ami itu seperti apa,” timpal JPU KPK Ikhsan Fernandi.

Menurut Agung, bahwa kenapa dirinya limpahkan ke Ami saja. Bahwa, dirinya tidak mau tahu urusan itu, apabila Syahbudin ingin memberikannya berikan saja ke Ami. “Karena saya tidak mengetahui urusan sisa anggaran atau apa saja. Karena tidak ada dilaporkan, makanya dia laporkan. Karena beliau memaksa saya menerimanya, saya tidak pernah dikantor dan menemui saya susah makanya saya bilang ke Ami saja,” katanya.

Setelah itu, penyerahan sisa uang anggaran itu diserahkan Syahbudin pada bulan Juni 2019 dan dirinya hanya menerima sejumlah Rp600 juta dari Ami. “Saat itu saya terima uang itu di rumah dinas,” jelasnya.

Mendengar penjelasan itu, JPU KPK Ikhsan pun bertanya kenapa yang hanya diserahkan oleh Raden Syahril sebesar Rp600 juta. “Yang dilaporkan ke anda oleh Syahbudin kan Rp1 miliar,” tanya Ikhsan. “Saya tidak tanya sisa dari 600 juta itu, apakah dipake di awalnya atau di pake sama Syahbudin. Terkait menerima 600 juta saya tidak tanyakan ke Syahbudin, pokoknya saya hitung 600 juta segitu saja,” timpal Agung.

Ikhsan pun bertanya lagi, uang dari Syahbudin sebesar Rp600 juta itu digunakan untuk apa. “Untuk apa uangnya,” kata Ikhsan. “Saya pakai keperluan pribadi, saya akui menerima uang itu tidak boleh dan salah. Karena saya butuh uang, karena memang tidak ada yang memberi ditawarkan itu saya terima,” sahut Agung.

Kembali JPU KPK Ikhsan bertanya lagi ke Agung, berapa kali dirinya menerima uang dari Raden Syahril. “Coba anda jelaskan berapa kali,” kata Ikhsan.

Mendengar pertanyaan itu, Agung pun menjawab hanya dua kali saja. “Untuk Syahbudin hanya satu kali dan Wan Hendri satu kali. Kalau dari Syahbudin Rp600 juta dan Wan Hendri Rp200 juta, kalau dari Kadis lain tidak ada. Hanya dua ini saja,” pungkasnya.

Berita Terkait

Pj. Sekdaprov Lampung Buka Rakor Satu Data Indonesia 2024

Bandar Lampung (MM) – Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fredy membuka Rapat Koordinasi Satu Data …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *