Bandarlampung ( Mediamerdeka)–Ketua Fraksi Gerindra DPRD Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, meminta agar aturan pengambilan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun dibatalkan. Aturan itu dinilai akan berdampak pada peningkatan kemiskinan di Lampung.
Hal itu disampaikan Mirza, sapaan akrabnya, terkait Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang diterbitkan pada Jumat (11/2/2022). Kebijakan ini menimbulkan reaksi negatif buruh. Pasalnya, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri, baru bisa mengambil jaminan hari tua saat usia mencapai 56 tahun.
Menurut Mirza, aturan sebelumnya jauh lebih baik sehingga tidak menimbulkan gejolak dan penolakan kalangan buruh. Dulu, saat pekerja mengalami PHK, yang bersangkutan dapat mencairkan JHT setelah lima tahun.
“Itu pun masih terjadi perdebatan antara kita dan pihak BPJS Ketenagakerjaan karena ini tidak fair dan tidak ada azas keadilan. Setelah itu ada perubahan pada 2015 sehingga pencairan JHT dapat dilakukan setelah satu bulan,” ujar Mirza yang juga Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Lampung itu.
Kini, dengan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, pekerja yang kena PHK baru dapat memperoleh JHT setelah berusia 56 tahun. Mirza khawatir jika peraturan ini berjalan efektif, nantinya berdampak pada peningkatan kemiskinan di Lampung.
“Asumsinya, ketika kena PHK akibat pandemi Covid-19 atau karena kesulitan dunia usaha, dia bisa berharap pada JHT. Tapi JHT tidak bisa diambil dan hanya bisa dilihat melalui aplikasi, tunggu hingga 56 tahun. Kalau begini, dia akan kesulitan ekonomi dan otomatis kehilangan daya beli. Kalau harus menunggu usia 56 tahun, dimana rasa kemanusiaannya,” tanya Mirza.
Dia menjelaskan beberapa program jaminan sosial yang menjadi hak buruh, di antaranya jaminan pensiun. Menurut dia, hal tersebut sangat relevan dengan usia 56 tahun. Ketika masa iuran 15 tahun dan usianya mencapai 56 tahun pekerja akan mendapat manfaat jaminan pensiun sebagaimana TNI, Polri, dan PNS.
“Namun mungkin nilainya tidak sama dengan aparatur negara yang mencapai 60 lebih, hampir 75% lebih dari gaji terakhir,” kata Mirza yang juga mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) Provinsi Lampung itu.
Berikutnya, ada alternatif yang disiapkan pemerintah. Misalnya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Namun, kata dia, ini juga tidak semudah seperti yang disampaikan dalam peraturan tersebut.
“Buktinya teman-teman kita yang di PHK akibat Covid-19, tidak semuanya mendapatkan dengan mudah manfaat JKP ini. Terbukti banyak teman-teman kita di Lampung yang coba akses tapi tidak dapat,” ungkap Mirza.
Dia menyampaikan harapan kepada pemerintah pusat dan Kementerian Tenaga Kerja untuk meninjau kembali Permenaker No 2 Tahun 2022. Sedangkan kepada Pemerintah Provinsi Lampung melalui Gubernur dan DPRD terutama anggota DPRD Provinsi Lampung Fraksi Partai Gerindra, untuk memberi perlindungan bagi tenaga kerja.
“Tentu tidak ada upaya mempersulit para pekerja di Lampung. Kita bisa membentengi dengan regulasi yang ada di Lampung, salah satunya melalui Peraturan Daerah, kita perbaiki yang belum bagus, yang bisa memberi kenyamanan dan perlindungan bagi tenaga kerja,” ujar Mirza. (zal)