Bandarlampung (MM)– Mantan Ketua Dewan Pers, Yosef Adi Prasetyo mengatakan, butuh kecerdasan tinggi bagi wartawan dalam melakukan peliputan kejadian terorisme.
Stanley biasa ia disapa memaparkan, bagaimana wartawan meliput terorisme? bagaimana wartawan mengumpulkan fakta-fakta? siapa yang diwawancarai? laporan seperti apa yang ditulis dan disiarkan? Dan pesan apa yang akan ditangkap oleh publik?
Karena jika salah dalam menulis, menyiarkan dan menyebarkan berita bisa berakibat fatal.
“Butuh kecerdasan wartawan. Memuat atau menyebarkan berita yang tidak sesuai kaidah jurnalistik, seperti sadis dan sebagainya. Media sama saja menyebarkan pesan teror dari teroris, sekalipun pelaku teror sudah meninggal,” kata mantan Ketua Dewan Pers periode 2016-2019 saat Workshop “Peran Pers dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni”, yang digagas Dewan Pers dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), di Bandar Lampung, Kamis (21/12/23).
Kata Stanley, relasi antara media massa dan teroris bisa merupakan relasi simbolis mutualisme dimana kedua belah pihak memerlukan satu sama lain dalam sebuah hubungan yang menguntungkan. Indonesia sebagai negara dengan media dan pengguna medsos terbanyak. Tren media cetak menurun, sekarang tren media siber mengalami kenaikan,
“Jumlah penduduk Indonesia 276,4 orang Indonesia punya HP lebih dari satu, Rata-rata warga Indonesia terkoneksi dengan internet 7 jam 43 menit,” ucapnya. (Ndi/Red)