Bandarlampung (Mediamerdeka.co)- Mantan Seketaris Partai Demokrat Fajrun Najah Ahmad divonis oleh Ketua Majelis Hakim Pastra Yosef, SH, selama 2 tahun penjara.
Ia terbukti melanggar pasal 372 KUHP tentang penggelapan uang senilai Rp2,75 miliar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (20/2/2020).
Sidang dengan agenda pembacaan vonis diketuai Majelis Hakim Pastra Joseph Ziralou.
Dalam amar putusannya, Ketua Majlis Hakim Pastra Yosef Ziralou mengatakan terdakwa terbukri bersalah melanggar pasal 372 KUHP oelh karna itu di jatuh kan hukuman selama 2 tahun penjara.
Tuntutan tersebut jauh lebih ringan dari pada Tuntutan Jaksa penuntut umum Irma yang menuntutnya selama 3 tahun penjara.
Sebelum menjatuhkan vonis Hakim Ketua mempertimbangkan hal hal yang memberatkan, terdakwa telah merugikan orang lain demi memperkaya diri sendiri sedang kan yang meringan kan terdakwa berlaku sopan selama persidangan.
Pada persidangan terdahulu JPU Irma, menjelaskan perbuatan terdakwa Fajrun berawal pada pertengahan bulan Maret 2017 terdakwa mennghubungi saksi Namuri Yasir melalui telepon untuk meminjam uang dan meminta Namuri Yasir untuk datang dan bertemu dengan terdakwa di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Lampung.
“Atas permintaan terdakwa tersebut saksi Namuri Yasir menyetujuinya, lalu dua hari kemudian saksi Namuri Yasir datang ke Kantor DPD Partai Demokrat Lampung dan bertemu dengan terdakwa,” ujar JPU Irma saat membacakan dakwaan.
Selanjutnya, terdakwa berbincang-bincang dengan saksi Namuri Yasir dan berkata dengan menggunakan rangkaian kebohongan kepada saksi yakni ‘Sebentar lagi tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah dimulai dan terdakwa mendapat perintah dari Ketua DPD Partai Demokrat Lampung yaitu saksi Ridho Ficardo yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Lampung untuk mencari pinjaman dana yang jumlahnya Rp 3 miliar sampai dengan Rp 4 miliar dan uang tersebut nantinya dipergunakan untuk operasional Partai Demokrat Provinsi Lampung’.
Kemudian terdakwa bertanya kepada saksi Namuri Yasir apakah saksi saat ini memiliki uang dan jika saksi memiliki uang, maka terdakwa meminta tolong kepada saksi untuk memberi pinjaman uang kepada terdakwa. “Walaupun tidak bisa memberi pinjaman sebesar Rp 4 miliar, minimal dapat memberi pinjaman sebesar Rp 3 miliar,” kata JPU Irma mengikuti ucapan terdakwa.
Mendengar perkataan dan permintaan terdakwa tersebut, saksi Namuri Yasir menjawab ‘Saya tidak memiliki uang dengan jumlah tersebut, lalu terdakwa berusaha dan merayu saksi Namuri Yasir agar meminjamkan dan menyerahkan uang kepada terdakwa dengan cara meyakinkan saksi Namuri Yasir dengan berkata terdakwa meminjam uang tersebut hanya sebentar dan tidak lama, paling lama dua bulan uang tersebut akan dikembalikan lagi kepada saksi Namuri Yasir.
Selain itu, terdakwa juga menjanjikan kepada saksi Namuri Yasir akan memberi uang tambahan kepada saksi Namuri Yasir sebagai ucapan terima kasih dan tambahan uang tersebut diberikan bersamaan dengan terdakwa mengembalikan uang pinjaman. Kemudian terdakwa juga menjanjikan saksi Namuri Yasir akan memperkenalkan saksi dengan Gubernur Propinsi Lampung yaitu saksi Ridho Ficardo dan memberitahu kepada Ridho bahwa saksi Namuri Yasir adalah orang yang telah membantu memberi pinjaman dana untuk opersional Partai Demokrat.
Selain janji-janji tersebut terdakwa juga menjanjikan dengan saksi Namuri Yasir akan bicara dengan Gubernur Provinsi Lampung agar memberi proyek atau pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga kepada saksi Namuri Yasir.
Selanjutnya selang beberapa waktu saksi Namuri Yasir ditemani oleh saksi Rustam Efendi dan saksi Sunarko datang kembali ke kantor DPD Partai Demokrat Lampung dan menyerahkan uang milik saksi Namuri Yasir sebesar Rp 1,5 miliar kepada terdakwa dan setelah kurang lebih lima hari kemudian masih dalam pertengahan bulan Maret 2017.
Terdakwa kembali menerima uang dari saksi Namuri Yasir untuk yang kedua kali dengan jumlah Rp1,25 miliar dengan tetap disaksikan Rustam Efendi dan Sunarko.
Selanjutnya, setelah terdakwa menerima uang sejumlah Rp 2,75 miliar tersebut dan sampai dengan waktu terdakwa untuk mengembalikan uang dan tambahan uang kepada saksi Namuri Yasir.
Terdakwa tidak pernah memperkenalkan saksi Namuri Yasir dengan saksi Ridho Ficardo dan tidak pernah memberitahu kepada Gubernur Provinsi Lampung bahwa saksi Namuri Yasir telah membantu memberi pinjaman dana untuk opersional Partai Demokrat serta terdakwa juga tidak pernah memberitahu Gubernur Lampung yaitu saksi Ridho Ficardo agar memberi proyek atau pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga kepada saksi Namuri Yasir.
Kemudian seluruh uang yang telah terdakwa terima dari saksi Namuri Yasir juga tidak terdakwa pergunakan untuk kepentingan operasional Partai Demokrat Provinsi Lampung melainkan terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa tanpa seizin dari saksi Namuri Yasir selaku pemiliknya.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi Namuri Yasir mengalami kerugian sekitar Rp 2,75 miliar. (red/wr)