Bandarlampung, (Mediamerdeka.co)- Mitra Gojek tetap masih onbid atau menerima order untuk melayani konsumen demi menafkahi keluarga meski dipaksa mogok oleh oknum Gojek lain pasca aksi demo pada 5 September 2019 lalu.
Head Of Regional Corporate Affairs Wilayah Sumatera Teuku Parvinanda, dalam keteranganya yang diterima di Bandarlampung, Kamis,(12/09), menyebutkan
Kantor Gojek Lampung ditutup sementara pasca aksi demo pada 5 September 2019 lalu.
Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh pemotongan insentif sebesar 50 persen. Gojek pun difasilitasi Dinas perhubungan untuk duduk bersama dengan para mitra pada 6 September lalu
“Dari pertemuan tersebut, pihak pemerintah memutuskan agar kedua belah pihak menahan diri selama sepekan hingga pertemuan selanjutnya. Bentuk kesepakatan tersebut adalah, Gojek menutup kegiatan operasional di kantor perwakilan di Bandarlampung Sedangkan mitra driver tidak akan menjalani order,” jelas Teuku.
Ia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini Gojek masih tetap menjalankan kesepakatan tersebut. Sementara di lapangan justru ditemukan banyak mitra driver yang tetap menjalani order.
“Kami dapat memahami situasi tersebut, karena tentunya mitra driver tetap harus menjaga pendapatan mereka dengan tetap menjalani order, “pungkasnya.
Penutupan kantor Gojek di Lampung tersebut demi menjaga keamanan bersama. Sebab mediasi yang sempat dilakukan aplikator dan driver tidak menemukan jalan tengah. Pengemudi tetap mengancam akan aksi demo hingga Gojek menanggapi aspirasinya.
Namun, Sutardi yang telah tiga tahun menjadi mitra pengemudi Gojek mengaku tidak terpengaruh atas aksi offbid di Lampung.
Ia tetap saja narik (onbid) mengingat Gojek adalah satu-satunya tempat mencari pendapatan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
“Saya dari tanggal 2 September tetap onbid. Saya tau ada aksi offbid massal. Kalau saya pribadi sama temen-temen pengemudi di basecamp saya nggak ambil pusing. Kami emang cari uangnya ya di Gojek ini. Periuk kami di sini. Kalau offbid sehari aja, emang orang yang offbid itu mau nanggung kebutuhan kami? kan setiap driver kebutuhannya berbeda-beda,” katanya.
Ia mengetahui bahwa kantor Gojek di Lampung telah ditutup sementara. Hanya saja, ia masih terus berharap Gojek tetap terus bisa beroperasi di Lampung.
Lagi pula, hingga hari ini ia dan hampir seluruh teman pengemudi yang lain masih bisa onbid di Lampung meski kantor Gojek tutup.
“Banyak yang butuh Gojek dari pada segelintir orang yang demo-demo yang mengatasnamakan komunitas ini, ya emang mungkin dia ada kerjaan lain. Atau mungkin itu orang memang yang sudah putus mitra,” sebutnya.
Meskipun kantor Gojek ditutup sementara, Sutardi dan pengemudi lain masih terus onbid. Bahkan menurut Sutardi, saat aksi pada 2 September 2019 lalu, banyak orderan yang ia dapatkan.
“Hari Senin (9/9) kayaknya sudah normal lagi. Alhamdulillah masih banyak yang onbid, setiap kami jalan pasti ketemulah driver,” ujarnya.
Selain penutupan kantor, Gojek juga disebut-sebut akan diusir dari Lampung. Hanya saja isu ini kemudian dibantah oleh Ketua Umum Gabungan Admin Shelter Pengemudi Ojek Online (Gaspool) Lampung Miftahul Huda.
Ia dan pengemudi lain hanya menuntut Gojek atas kebijakan penurunan insentif sebanyak 50 persen dengan melancarkan aksi offbid massal.
“Itu tidak tepat tentunya. Karena tuntutan kami adalah menolak pemotongan bonus 50 persen dan menuntut bonus dikembalikan semula. Jadi bukan menuntut Gojek pergi dari Lampung. pahami tuntutan kami,” sebutnya.
Disinggung perihal adanya dukungan atas aplikasi lokal, Miftahul menyebutkan belum ada aplikasi lokal di Lampung. Aplikasi transportasi online di Lampung, kata Miftahul, hanya terdiri dari Grab, Move dan Gaspol-Jek.
“Kalaupun ada aplikasi lain itu semua aplikasi dari luar, baik Grab, Move, maupun Gaspol-Jek. Dan sebagai mitra, kami manfaatkan aplikasi lain itu untuk mencari nafkah selama kami melakukan aksi offbid Gojek sebagai wujud protes keras kami terhadap kesewenang-wenangan Gojek memotong bonus 50 persen,” tutupnya.(red/ant)