Bandarlampung,mediamerdeka.co-Menanggapi Hak Jawab yang dikirimkan pihak SMK-SMTI Bandar Lampung ke sejumlah media dengan mengatakan jika pungutan biaya pendaftaran sebesar Rp30.000,- Map Rp4.000 dan Diktat Rp10.000, mengacu pada dasar hukum peraturan pemerintah Republik Indonesia. No. 47 tahun 2011 yang ditetapkan oleh Presiden Ri Susilo Bambang Yudoyono, membuat Toni Bakri, Ketua LSM Gamappela tersenyum dan mengatakan Luar Biasa.
Dikatakan Toni, jika memang Presiden sudah menentukan nominal biaya pendaftaran seperti yang dikatakan pihak sekolah, bukan tidak mungkin sangat besar dana yang terkumpul dan disetorkan ke kas negara.
“Kalau memang nominal peraturan pendaftaran siswa baru seperti yang dimaksud pihak sekolah, sangat besar pendapatan negara bukan pajak yang dikelola melalui Kementrian Perindistrian se-Indonesia,” kata Ketua Gamappela ini.
Sedangkan menurut Toni Bakri, jika memang merupakan acuan peraturan, kenapa sifat pungutan bervariasi setiap tahunnya. “Kalau sudah ada aturan Presiden dengan alasan Pendapatan Negara Bukan Pajak dan tidak menentukan nominal biaya pendaftaran, kenapa gak sekalian aja dipungut Rp1 Miliar/ siswa agar negara kaya,” celoteh Ketua Gamappela ini.
Sebelumnya, dalam hak jawab Kepsek SMK-SMTI Bandar Lampung sehubungan pemberitaan pada situs www.mediamerdeka.co mengatakan jika adalah tidak benar, maka dengan itu pihak SMK-SMTI Bandar Lampung melayangkan hak jawab yang tertanggal 8 Mei 2018.
Menurut pihak SMK-SMTI Bandar Lampung melalui hak jawabnya yang ditandatangani oleh kepala SMK-SMTI
Dra. Sulastri M. TA, Biaya pendaftaran sebesar Rp30 ribu bukan pungutan liar (pungli) karena ada bukti penerimaan uang/kuitansi.
Dikatakannya, dasar hukum pihak panitia memungut biaya pendaftaran adalah peraturan pemerintah Republik Indonesia. No. 47 tahun 2011 yang ditetapkan oleh Presiden Ri Susilo Bambang Yudoyono.
Pihak PPDB SMTI tidak menjual/mewajibkan siswa untuk membeli buku tes bakat skolastik yang berisi soal ujian seharga Rp10.000, dan map polio seharga Rp4 ribu kepada peserta mendaftar.
Kalaupun ada yang menjualnya hanya inisiatif dan kreativitas siswa-siswi untuk kas SMK-SMTI, dan tidak ada paksaan orang tua peserta yang mendaftar untuk membelinya.
“Semua orang bisa kalau cuma ngomong aturan tanpa membuktikan adanya setoran ke kas negara. Apalagi pungutan dilakukan jual nama Presiden SBY. ini maksudnya apa……???!!!,” Cetus Toni Bakri. (roni)