Mediamerdeka.co-Konflik lahan antara warga dengan PT. KAI telah menjalar kemana-mana, bukan hanya di Lampung, tetapi juga provinsi lain seperti Sumbar, Sumut, Jabar, Jateng, Jogja dan Jatim. Ini semua bermula dari perilaku PT. KAI yang seolah-olah haus akan lahan di bantaran rel KA, padahal terkait dengan lahan rel KA sudah diatur dan dibatasi dalam Undang-Undang Pokok Agraria no. 5/1960 dan Undang-Undang Perkeretaapian no. 23/2007, demikian penjelasan Senator Lampung, Andi Surya.
Dalam kaitan itu, Badan Akuntabilitas Publik beberapa waktu lalu membuat fokus group diskusi, salah satu nara sumber yang berbicara dalam FGD ini adalah Yuli Indrawati, SH, LL.M, dosen Fakultas Hukum Agraria Universitas Indonesia, menyampaikan pendapatnya; “Kekisruhan asset PT. KAI berawal dari kelalaian administrasi. Dari hasil penelitian kami, Pihak Kementerian Perhubungan tidak mengeluarkan surat kementerian yang menyebutkan secara spesifik menyerahkan lahan kepada PT. KAI sebagai penyertaan modal atau penambahan modal, kalau pun ada itu harus dibuat dalam bentuk Peraturan Menteri tentang penyerahan dan menyertaan asset, demikian juga tidak ada laporan atau surat yang ditujukan kepada Kementerian keuangan dalam hal administrasi lahan kereta api sehingga sama sekali tidak tercatat dalam kekayaan negara.” Terangnya.
“Mengingat masalah ini telah berdampak luas dan dalam rangka melindungi kepentingan umum dan kepentingan nasional, Presiden Republik Indonesia sebaiknya menetapkan keputusan strategis dan penting agar warga masyarakat tidak dirugikan dan PT Kereta Api Indonesia dapat memberikan penghormatan yang layak dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan harkat martabat kemanusiannya.” Tutup Yuli Indrawati.
Menyambut keterangan Yuli Indrawati ini, Andi Surya, berpandangan; “Kekisruhan administrasi pertanahan PT. KAI seperti yang disampaikan nara sumber di atas sebetulnya bisa diselesaikan jika PT. KAI mau mengikuti aturan Undang-Undang Perkeretaapian no. 23/2007 yang menyebutkan bahwa wilayah operasional PT. KAI adalah 6 meter kiri dan kanan rel KA. Jadi PT. KAI tidak usah lagi bermimpi untuk memiliki lahan berdasar GroundKaart Belanda 1913, karena begitu UU Pokok Agraria no. 5/1970 dan UU Perkeretaapian no. 23/2007 terbit maka seluruh produk hukum terkait groundkaart menjasi batal, dengan demikian grounkaart bukan merupakan alas hak kepemilikan PT. KAI”. Tutup Andi Surya.