Mediamerdeka.co- Hakim memvonis di bawah tuntutan jaksa yang menuntut 2 tahun penjara.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandarlampung dinilai berbagai pihak memberikan vonis ringan pada terdakwa oknum dosen yang melakukan pencabulan pada mahasiswanya.
Di persidangan, majelis Hakim yang diketuai, Nirmala Dewita beserta hakim anggota, Salman Alfarisi dan Ismail Hidayat memvonis Chandra Ertikanto (58), Oknum dosen Universitas Lampung (Unila) 16 bulan, lebih rendah dari tuntutan penjara 2 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum.
Dosen bergelar doktor di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unila ini didakwa telah berbuat cabul yakni meraba-raba mahasiswinya sebanyak 3 kali.
Tuntutan terhadap oknum dosen Unila tersebut dibacakan oleh JPU Kadek Agus Dwi Hendrawan dalam persidangan tertutup di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Senin, 19 November 2018.
Chandra dijerat pasal 29 ayat 1 jo pasal 66 tentang pencabulan.
Chandra Ertikanto duduk di kursi pesakitan lantaran diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap mahasiswi berinisial DCL (21), warga Metro.
Ketum Brantas Narkotika dan Maksiat (BNM RI), Fauzi Malanda menilai, setelah pihaknya memperhatikan putusan hukum PN Tanjungkarang terhadap oknum dosen yang terbukti melakukan perbuatan cabul terhadap mahasiswinya dengan hukuman 16 bulan penjara.
Menurut Fauzi, sebagai lembaga yang konsen dengan persoalan narkoba dan maksiat, untuk masalah dosen dimaksud sipelaku yang tidak bermoral itu adalah bagian dari maksiat.
“Ini adalah putusan yang tidak membuat efek jera terhadap para pelaku,” ucap Fauzi, Kamis (29/11).
Untuk itu kata Fauzi, pihaknya meminta Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang menangani perkara oknum dosen Unila.
“BNM RI mohon kepada KY untuk memeriksa para hakim dimaksud. Hakim yang menangani persoalan hukum ini patut diduga ada apa. Mengapa putusan ringan itu terjadi,” ujarnya.
BNM RI menghimbau juga kepada seluruh penegak hukum di Lampung ini, mari berfikir yang sehat, jangan karena mempunyai kewenangan akhirnya semua persoalan didasari ego pribadi, yang tidak melihat mana yang patut dihukum berat dan nana yang masih bisa diperbaiki.
“Ini banyak terjadi di Lampung. Terkadang BNM RI berpendapat, hukum jangan lebih kejam dari narkoba itu sendiri, akibat adanya sipat oknum yang arogan,” paparnya.
Caleg DPR RI Dapil 1 Lampung ini memaparkan, jika pelaku adalah kalangan cerdik pandai dan Ilmuwan serta dambaan dari setiap orang tua mahasiswa dan mahasiswi yang menuntut ilmu di Unila pasti berharap, dosen atau guru adalah sebagai orang tua.
“Tentunya menjaga dan mengayomi anak didiknya bukan justru pelaku cabul. Ini namanya dosen tak bermoral,” paparnya.
Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR menilai hukuman 16 bulan kurungan terhadap oknum dosen Unila, Chandra Ertikanto yang terbukti berbuat cabul pada mahasiswi, DCL adalah vonis rendah.
Direktur Eksekutif DAMAR, Sely Fitriani memaparkan, menanggapi hasil putusan hakim Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang, Nomor Perkara 1202/Pid.B/2018/PN Tjk, pada tanggal 26 November 2018 telah memutuskan bahwa Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd terbukti secara sah dan menurut hukum dinyatakan bersalah dan divonis hukuman penjara 16 bulan.
Berdasarkan putusan hakim tersebut maka DAMAR mengajukan surat terbuka untuk Rektor Universitas Lampung bahwa, putusan bersalah membuktikan bahwa perbuatan pelecehan yang dilakukan Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd terhadap DCL seperti yang dituduhkan selama ini benar terjadi.
“Hukuman 16 bulan sangatlah rendah sekali,” kata Sely melalui siaran pers, Kamis (29/11).
Alasannya, mengingat pelaku (Dr. Chandra) adalah seorang dosen yang seharusnya jadi panutan dan dilakukan di dalam dunia pendidikan. Selain itu, pelaku selama proses hukum, selama persidangan berjalan tidak menunjukkan hal yang kooperatif, pelaku selalu menyangkal perbuatannya bahkan sampai melaporkan balik korban DCL atas tuduhan laporan palsu dan pencemaran nama baik.
“Putusan ini agar dapat menimbulkan keberanian bagi korban lain,” imbuhnya.
DAMAR berharap di kemudian hari Unila dapat turut serta mendukung perlindungan terhadap korban pelecehan dan memberikan tindakan tegas terhadap pelakunya. Karena dalam proses perkara DCL, Unila malah menunjukkan sikap sebaliknya yaitu mendukung pelaku dengan memberikan bantuan hukum melalui Tim BKBH FH Unila bukan kepada korban.
“Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR terbuka bagi perempuan-perempuan yang menjadi korban kekerasan maupun pelecehan seksual yang membutuhkan dampingan. Dengan demikian kepada Rektor Universitas Lampung untuk memperhatikan isi surat tersebut dan di tindaklanjuti dengan penuh tanggungjawab sebagai Institusi pendidikan yang berpihak kepada Korban pelecehan seksual,” ungkapnya.