Warning: getimagesize(https://mediamerdeka.co/wp-content/uploads/2018/07/20180702_112923.jpg): Failed to open stream: HTTP request failed! HTTP/1.1 404 Not Found
in /home/u711060917/domains/mediamerdeka.co/public_html/wp-content/plugins/easy-social-share-buttons3/lib/modules/social-share-optimization/class-opengraph.php on line 611
LAMPUNG — Sejumlah wanita nelayan budi daya di Desa Ketapang Laut, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, mulai menyiapkan bibit rumput laut jenis Cottoni (Eucheuma Cottoni).
Novi (40), salah satu wanita nelayan, menyebut, budi daya rumput laut di perairan pesisir pantai timur Lampung Selatan mengandalkan area laut berjarak satu mil dari bibir pantai. Area tersebut terhalang Pulau Kopiah, Seram dan sejumlah pulau yang cocok untuk budi daya rumput laut.
Menurut Novi, penyiapan bibit dilakukan oleh sejumlah wanita yang suaminya berprofesi sebagai nelayan. Bibit disiapkan setelah pemanenan rumput laut dengan sistem sortir. Sebanyak 400 jalur dengan panjang masing-masing setiap jalur tambang 40 meter, pembudidaya bisa menanam sepanjang 1.600 meter rumput laut, bahkan bisa lebih sesuai kemampuan pembudidaya. Tambang bekas jaring yang sudah tidak terpakai, busa styrofoam serta botol bekas digunakan sebagai pelampung.
“Semua bahan tersebut dirangkai dengan pengikatan bibit rumput laut yang sudah dipotong-potong, selanjutnya dibentangkan di perairan,” terang Novi, Senin (2/7/2018).
Penggunaan bahan bekas untuk budi daya rumput laut, diakui Novi dilakukan oleh sang suami sejak belasan tahun silam. Bibit rumput laut yang didatangkan dari wilayah kabupaten Pesawaran, dikembangkan secara mandiri dengan sistem perbanyakan batang.
Penggunaan bibit hasil budi daya mandiri membuat ia bisa menekan biaya untuk pembelian bibit. Efesiensi modal juga dilakukan dengan membeli botol bekas air mineral dan styrofoam bekas di tukang rongsokan pengumpul barang bekas.
Satu botol bekas air mineral dengan tutupnya, dibeli seharga Rp500 per botol, dengan penggunaan per jalur sebanyak 50 botol untuk panjang tali sekitar 40 meter.
Pelampung dari bahan bekas tersebut diakuinya menggantikan pelampung buatan yang harus dibeli dengan harga mahal di toko perlengkapan nelayan. Potensi menjanjikan budi daya rumput laut, kata Novi, menjadi penghasilan sang suami yang juga bekerja sebagai nelayan tangkap ikan lapan lapan.
“Sembari melaut menangkap ikan, perawatan jalur budi daya rumput laut cottoni tetap dilakukan,” tegas Novi.
Pemanfaatan bahan bekas dengan mengikat bibit menggunakan tali untuk budi daya, melibatkan sejumlah wanita di kampung nelayan setempat. Bibit sebanyak dua kuintal bisa diikatkan dalam tali sebanyak 400 jalur, masing-masing jalur pekerja wanita mendapat upah Rp5.000, termasuk saat panen. Hasil sebanyak 4 ton sekali panen diakuinya bisa diperoleh dalam jangka waktu 40 hari.
Menurut Novi, harga jual rumput laut jenis cottoni dalam kondisi kering saat ini sebesar Rp15.000 di tingkat petani. Dalam kondisi panen bagus, untuk 4 ton rumput laut kering dirinya bisa memperoleh Rp60 juta.
Meski demikian, cuaca dan serangan hama kerap membuat hasil rumput laut tidak maksimal. Gelombang tinggi kerap menjadi faktor terganggunya budi daya rumput laut, sehingga sang suami rutin melakukan pemeriksaan jalur.
Satiyem (50), salah satu pekerja pengikatan bibit rumput laut mengaku mendapatkan upah sekitar Rp50 ribu sehari. Penghasilan tersebut diterima setelah bisa mengikat sebanyak 50 jalur tali, bahkan penghasilan bisa bertambah sesuai banyaknya bibit yang berhasil diikat.
Pemanenan dengan melepaskan rumput laut dari ikatan, disebut Satiyem juga memberi penghasilan bagi wanita di desa Ketapang.
“Ada sekitar puluhan pembudidaya rumput laut, dan mereka butuh buruh ikat dan panen, sehingga saya bisa memiliki pekerjaan,” tutur Satiyem.
Selain menjadi buruh pengikatan dan panen rumput laut, pada masa panen kerang hijau dan kerang bulu, dirinya menjadi buruh pecah kerang. Masa terang bulan berimbas gelombang dan air pasang membuat pencarian kerang terhambat, sehingga dirinya memilih bekerja sebagai buruh ikat bibit rumput laut sebelum ditanam di perairan dengan sistem jalur menggunakan tali tambang dan pelampung.